Sahabat

Tiba-tiba saya teringat seorang sahabat di jaman kuliah. Terakhir kami bertemu saat saya lulus dan pindah dari Semarang, sekitar awal 2008. Setelah itu kami hanya berkomunikasi via hp, itu pun sangat jarang. Sampai saya pindah ke Sendai, kami putus kontak. Pada tahun 2011 saat blog ini mulai diisi, dia sempat singgah di blog ini dan meninggalkan komen. Setelahnya, kami putus kontak sampai saat ini.

Dia, teman yang sangat baik menurut saya. Ada banyak hal yang telah kami lalui bersama. Susah, senang, banyak hal yang telah kami bagi bersama. Suatu ketika saya kehilangan dompet berisi HP, ATM, dll. Saya masih ingat, kejadiaanya di bulan Oktober 2007. Beberapa saat setelah itu, ternyata kejadian serupa menimpanya. Kali ini ada pencuri yang masuk ke kamar kosnya dan mengambil ATM, HP, dan barang lainnya. Sesaat setelah kejadian itu kami bertemu dan makan siang bersama. Kami tertawa bersama, di tengah kesedihan atas kejadian yang menimpa kami. Tertawa mengapa bisa mengalami kejadian yang mirip dan hampir bersamaan. ๐Ÿ™‚

Saat saya sempat di rawat di RS, di hari kepulangan saya, dia menyempatkan diri datang ke RS dan menemani saya pulang. Kemudian kami ngobrol soal rencana pengisian KRS, saya menyarankan mata kuliah yang akan dia ambil di semester itu. Dia pun sepakat dengan saran saya dan alhamdulillah di akhir semester IP nya melebihi yang ia targetkan. Yap, kami sangat dekat.

Mungkin karena orang lain menganggap kami sangat dekat, bahkan pernah ada orang yang mengaggap saya mempengaruhinya atas perubahan pemikiran dan penampilannya. Padahal itu murni keputusannya. Menurut kami, perubahan itu ke arah lebih baik, namun mengapa saya dijadikan `tersangka`. Cukup aneh. Lantas kami menertawakan hal semacam itu dan menganggapnya sebagai hal yang nggak perlu dipikirkan. ๐Ÿ™‚

Masih banyak kejadian yang kami alami bersama, masih segar dalam ingatan saya.

Semoga Allah selalu menjagamu.

-RN-

 

Dedikasi Ibu Jepang: bagian 2

1

Ngasuh anak sekaligus dapat kenalan baru, plus bonus ilmu baru adalah hal-hal yang kerap saya dapatkan selama menjadi ibu rumah tangga. Menemani Eiji maen di koen atau jidoukan, kerapkali saya pun mendapat kenalan baru ibu-ibu Jepang. Berawal dari ketemu saat sama-sama menemani anak maen, kemudian ngobrol, kenalan, tukar nomor hp, sampai saling berbagi berbagai hal. Berikut ini salah satu topik yang kami bicarakan, sebenarnya nggak jauh beda dengan tulisan yang pernah saya ceritakan di sini tentang dedikasi ibu Jepang beberapa tahun lalu.

Kami memiliki beberapa kesamaan, baru memiliki seorang anak, dengan jenis kelamin yang sama, dan umur anak yang sebaya. Setelah ngobrol seputar anak, ternyata tempat tinggal kami masih satu wilayah. Saya di Kunimi 3 dan ia di Kunimi 6. Pertemuan yang tidak sengaja, namun terasa sangat akrab. ๐Ÿ™‚ Berikut ini cerita tentangnya: baca selanjutnya

Alergi Dingin (lagi)

Salju pertama telah turun di Sendai. Sorak-sorai kebahagiaan bagi yang kali pertama melihatnya. Seperti saya dulu, lima tahun yang lalu. ๐Ÿ™‚

Bagi kami yang sudah melewati musim dingin rasanya ingin segera cepat berlalu, segera bertemu dengan sakura. Padahal, musim dingin itu adalah musim terpanjang dalam setahun. Di Sendai salju hadir sejak Desember sampai April. Seringkali di tengah mekarnya Sakura, si salju lebat kembali turun. Cukup unik memang!ย  baca selanjutnya

Maaf, Ayah…

Suatu ketika Eiji melakukan hal yang membuatnya harus meminta maaf kepada ayahnya.

Berikut ini kurang lebih percakapan kami bertiga:

M: Ayo kakak minta maaf sama ayah

E: (melihat ayahnya, namun tak bergeming dari duduknya)

M: Kalo Kakak minta maaf, nanti ayah maen lagi sama kakak

E: (masih tidak mau, hanya melirik ayahnya)

A: Kakak belum minta maaf sama ayah

E: berjalan dan bilang nggak mau, maen aja katanya

M: Kenapa kakak nggak mau minta maaf sama ayah?

E: Maaf sama mama aja

M: Oke *sambil nahan ketawa

Sampe beberapa saat, Eiji minta maaf kepada mamanya.

E: Maaf Mama… sambil memeluk mama

M: Sekarang kakak minta maaf ke ayah

E: Maaf Ayaahhh… kemudian maen bareng lagi.

Atas kejadian tersebut, lantas saya berpikir mengapa Eiji bersikap seperti itu. Selama ini jika dia merasa bersalah kepada saya, dengan mudah meminta maaf dengan mengulurkan tangannya kemudian bilang `maaf mama` dan memeluk saya. Pertanyaannya, mengapa tidak demikinan … lebih sulit baginya untuk meminta maaf kepada ayahnya?

Apakah ada hubungan jenis kelamin anak dengan perilaku meminta maaf kepada orang tua. Pada cerita ini, anak laki-laki `lebih sulit` meminta maaf kepada ayah dibandingkan kepada ibunya. Saya belum menemukan hasil penelitian tentang hal ini. Hmm… cukup menarik mengamati hubungan orang tua dan anak sejak usia dini. ๐Ÿ™‚

-RN-