Perjalanan ke Sembilan Tahun Pernikahan

 

Ketika kita menghabiskan waktu untuk hidup bersama orang yang tepat, maka waktu yang panjang akan terasa sangat singkat. Alhamdulillah, tahun ini kami telah melewati delapan tahun pernikahan. Nggak terasa! MasyaaAllah… 🙂 Teringat ketika kami menikah dulu, kami sama-sama berusia 22 tahun. Usia yang tergolong muda di zaman itu untuk memutuskan membentuk sebuah ikatan di dunia akherat. Berbekal doa dan dukungan dari orang-orang yang menyayangi kami, alhamdulillah pernikahan berjalan lancar. 

Beberapa masalah teknis tetap ada, memang di dunia ini nggak ada yang sempurna; termasuk di hari pernikahan kami! 😀 Teringat, saat dilaksanakan akad nikah mendadak si mikrofon bersuara nggeber (apa ya bahasa Indonesianya?). Pokoknya bergema tidak jelas, sehingga saya tidak bisa mendengarkan prosesi akad tersebut dengan baik. Saya yang saat itu berada di kamar, tiba-tiba dipanggil keluar untuk menandatangi dokumen pernikahan.

Loh? Udah selesai akadnya? Kok nggak kedengeran! :))

Kocak pokoknya! Dalam waktu nggak ada lima menit, saya sudah menjadi istri seseorang. Aiiih jadi tersipu! 😀 Alhamdulillah, sebuah perjanjian yang amat kokoh mitsaqan ghaliza telah diucapkan dan disaksikan Allah di atas Arsy-Nya. Kehidupan baru telah dimulai, tidak lagi hanya menjadi seorang anak namun telah menjadi seorang suami dan istri seseorang.

Saat kita memutuskan untuk menikahi seseorang, maka saat itulah kita telah memilihnya sebagai paket utuh. Menerima segenap kekurangan dan kelebihan orang tersebut, tanpa komplain di belakang. Kalau sejak awal kita tidak bisa menerima kekurangannya, maka jangan putuskan untuk menikahinya. Jangan membuat PR di awal dalam berumah tangga, jika sudah tahu kita tidak bisa menerima hal itu. Berumah tangga adalah memulai tugas-tugas baru dan tidak untuk membereskan masalah-masalah yang ada sebelum menikah. 🙂

Modal utama menikah bukanlah cinta, namun komitmen dan kepercayaan.

  1. Cinta. Cinta akan mengalami pasang surut seiring berjalannya waktu. Sedangkan perjalanan pernikahan akan terus berlangsung bukan hanya hitungan tahun, melainkan puluhan tahun untuk hidup dengan orang yang sama. Jika menempatkan cinta sebagai modal utama, maka ketika cinta itu habis akan runtuh pula pernikahan tersebut. Cinta itu penting dalam pernikahan, namun jangan jadikan sebagai modal utama ketika kita memutuskan untuk menikahi seseorang.
  2. Komitmen. Ketika kita punya komitmen, se-minus-minusnya cinta kita untuk pasangan (cinta yang habis, bahkan sampai minus jumlahnya) maka banguan pernikahan akan tetap berdiri karena komitmen besar telah kita tepati. Komitmen di depan Allah saat terucap dalam perjanjian yang kokoh ketika akad nikah. 🙂
  3. Kepercayaan. Sebuah hubungan tanpa kepercayaan tidak akan menciptakan hubungan yang baik. Setiap saat akan diliputi rasa curiga dan was-was kepada pasangan. Jadi untuk apa mempertahankan hubungan jika di dalamnya tidak saling mempercayai dan penuh kecurigaan. *Capek hati Neng!*

Seiring berjalannya waktu, pasangan akan saling belajar dan memahami. Kata kuncinya adalah saling. Jadi hubungan tersebut tidak akan berjalan jika hanya satu pihak yang berusaha menjalankannya. Saling memperbaiki diri, saling berjuang mengokohkan ikatan, saling memahami, dan saling mempercayai. Ketika hanya satu pihak saja yang bekerja untuk mempertahankan roda pernikahan, maka akan tiba waktunya nanti dia merasakan kelelahan dan memutuskan untuk mengakhirinya. 😦

Saat cinta sedang pasang, menggebu-gebu, maka yang terlihat adalah semua kebaikan pasangan, kita tidak mempedulikan semua kekurangannya. Memang benar cinta itu buta. Buta ketika sedang menggebu-gebu. 🙂 Namun saat kadar cinta sedang mengalami surut, maka ingat kembali saat kita memutuskan menikah dengannya. Ingat kembali semua kebaikan-kebaikan pasangan dan lupakan sejenak segenap kekurangannya. Nampak sangat teoretis, ya! Tapi tetaplah mencoba, dengan mengingat kebaikan orang lain maka hati kita akan menjadi lembut. Jangan lupa terus berdoa kepada Allah sang Penggenggam hati, agar menumbuhkan cinta kembali. 🙂

Saya ingat bagaimana dulu di awal-awal pernikahan, kami sama-sama sibuk untuk mengakses dan saling mengecek email, sosmed, telepon satu sama lain. :)) Memang kesepakatan sejak awal jika tidak ada privasi khusus di antara kami. Ketika diingat, kok lucu banget yah! Ya namanya baru awal menikah, kadar posesif sama-sama tinggi. Padahal juga nggak ada apa-apa di dalam akun-akun tersebut. Tapi rasanya seru aja ketika kepo ke pasangan. 😀 Seiring berjalannya waktu, saya merasa ke-kepo-an kami dan ke-posesif-an kami mengalami penurunan drastis. Hihihi… Kami memang sama-sama memiliki password email, HP, akun sosmed satu sama lainnya; tapi rasa kepo untuk mengecek, membuka saja sekarang sudah jauh berkurang, bahkan hampir tidak ada. :))

Saya tidak berminat untuk membuka HP dan akun-akun milik suami, apalagi kepo… padahal bisa saya akses kapan saja. Begitu pun dengan suami, nampaknya juga males kepo ke akun saya. 😀 Yah, pokoknya mah seiring berjalannya waktu, semakin paham siapa pasangan kita dan saling percaya. Dulu awal menikah, masih belum paham bagaimana pasangan kita jadi yah dimaklumi sebagai cerita lucu. 😀 Lagi pula, dengan komunikasi yang lancar maka pesan-pesan bisa disampaikan dengan baik. Sebelum di-kepo-in, terlebih dahulu kami sudah cerita satu sama lainnya. 😀 Seru sih mengingat kisah kepo di awal pernikahan dulu. Hahaha… Semakin memberi ruang privasi kepada pasangan, maka tingkat saling percaya akan semakin kokoh. Begitu yang saya rasakan! Nggak perlu lah repot-repot untuk kepo, toh semua udah saling tahu dan kami ceritakan langsung. 😀

Bahkan kerap kali:

Suami: Bun, udah baca ini? *pesan dari orang* 

Istri: Belum. Emang kenapa?

Suami: Ohh… Belum Bunda buka ya.

Baru deh saya buka kalo disuruh buka. 😀

Ya begitulah perjalanan pernikahan kami sampai hari ini, perjalanan menuju ke sembilan tahun dan seterusnya. Alhamdulillah, tak henti-hentinya untuk terus bersyukur kepada Allah yang telah mengirimkan pasangan di dunia, insyaaAllah dibawa ke surga kelak. Aamiin….

Semua hubungan pasti ada pasang surutnya, karena tidak ada hubungan yang sempurna di dunia ini. Terus menerus saling memperbaiki diri dan meluruskan niat untuk menikah karena beribadah kepada Allah semata.

Sebuah kesuksesan hubungan tidak dinilai dari seberapa lama itu terjalin. Namun dari seberapa kuat kita mempertahankannya sampai akhir. 🙂

Perjalanan masih sangat panjang, ini baru dalam hitungan jari tangan. Terus bersama-sama berusaha dan berakhir ke surga-Nya.

1

p.s. sedang berlangsung taifu Talim saat menulis ini di Sendai,

-RN-

Leave a comment