Periksa Kehamilan Tanpa Suami, Siapa Takut?!?

Ruang-ruang pemerikasaan.

Ruang-ruang pemeriksaan.

Kehamilan pertama, hamil Eiji dulu sekali pun saya nggak pernah ditemani bapaknya Eiji saat periksa kehamilan. Sejak ketahuan hamil, kali pertama ke dokter sampe teenggg periksa terakhir menuju melahirkan semua sendirian. Hahaha, pemberani kan saya! 😛 Barulah di hari H melahirkan bapaknya hadir melihat si ibu meringis melewati saat-saat kontraksi melahirkan. 😀

Kenapa demikian? Apa karena nggak sayang istri, nggak sayang anak? Duuh… Nggak kok. Janjian dengan dokter kandungan, yang di mana-mana selalu ngantri, plus ngantri di bagian maternity rumah sakit. Harus izin dari tempat kerja dan meluangkan waktu khusus untuk menemani mengantri, menurut saya sayang waktunya.

Nggak papa Pak, nggak usah nemenin yang penting doanya kenceng… Ibu dan anak sehat semua, dan Bapak kerja maksimal menghasilkan banyak paper. :))

Kalo banyak ibu hamil menggalau bersedih hati mengeluhkan karena suaminya sesekali nggak sempat menemani saat cek kandungan, nggak perlu sedih Bu… Ibu hanya sesekali nggak ditemani, nah saya sepanjang waktu selama hamil. Hihihi…

Jadi, begitulah komitmen saya. Meski si ayah terlewat menyaksikan perkembangan si bocah di layar USG yang konon bisa meningkatkan bonding dengan bapak-ibunya, namun karena keadaan tidak memungkinkan ayah hadir di saat-saat itu ya nggak papa. Terpenting adalah saat bayi sudah mbrojol alias lahir, harus all out dalam proses pengasuhan bersama. Harus mau terlibat dalam semua urusan si bocah, termasuk gantiin popok, pangku, gendong, dll. Kalo mandiin baru bisa membantu setelah Eiji menggendut. 😀 Newborn yang badannya masih mungil, merah, dan keriput (karena BB lahir nggak genap 3 kg) hanya ibunya yang bisa memandikan. :))

Apalagi saat beranjak besar, sosok dan figur ayah sangat penting terlibat dalam pengasuhan. Bagi saya, nggak bisa ditawar lagi. Urusan ke dokter anak, periksa rutin, dan hal-hal di hari kerja boleh lah dipegang semua oleh ibu. Tapi sesibuk apapun keadaannya, di hari libur harus ada father day. Maksudnya, ayah benar-benar eksis, ada, dan nyata di hidup anak. Misalnya khusus maen bareng ayah, pergi sama ayah, dan melakukan hal-hal kecil lainnya bareng anak; cukup berdua dengan ayah. Ibunya nggak eksis dulu di hari itu. :)) Sekalian me time buat si ibu. 😛

Balik lagi ke cerita periksa kehamilan, demikan pula di kehamilan ke dua saya. Rencananya sama seperti jaman Eiji. Ayah nggak akan terlibat nimbrung selama cek-cek ke dokter kandungan. Pokoknya tau beres! InsyaaAllah… Bedanya, semoga di hari kelahiran nanti Ayah bisa cuti buat nemenin di hari-hari pasca melahirkan. Bedanya dengan Eiji dulu, pasca melahirkan beneran sendiri karena nggak ada cuti dan nggak bisa cuti.

——————————————————————————————————————————–

Oya, Sabtu 4 Juli 2015 adalah jadwal periksa 12 minggu ke klinik Muraguchi. Alhamdulillah semua oke. BB saya turun, hasil cek glukosa puasa 85 (normal). Hasil cek anemia Hb: 12.5 (normal/tidak anemia). Masalahnya adalah muntah belum berakhir. Frekwensi dan kwantitasnya lebih banyak dibanding jaman Eiji, dulu tepat 12 minggu mabok sudah hilang. Sekarang lebih parah daripada dulu. Ya memang setiap anak berbeda, termasuk dalam hal morning sickness sejak dalam kandungan 😀 Hal membahagiakan lainnya adalah Eiji makin dewasa dan mandiri, alhamdulillah sangat siap menjadi kakak, bisa diajak diskusi, dan makin mudah ngasuhnya. 🙂 Dia selalu menemani saya setiap kali muntah ke WC.

Eiji mau nemenin mama, mama muntah. Kasian mama… Gitu katanya, sambil ikut jongkok/berdiri di samping saya. Duuh… mengharukan! Anak ini memang sweet banget, sangat pengertian dengan kondisi ibunya. Alhamdulillah… 🙂

Kemarin dia galau pengen ikut periksa lihat adek, tapi di hari yang sama ada ayah di rumah mau maen sama Eiji. Akhirnya mau ditinggal dan bilang:

Nanti ketemu mama lagi ya…. Mama periksa adek dulu. 😀

USG 12w1d

USG 12w1d

Dulu Eiji juga bobok di perut mama… kata Eiji tiap kali nyapa adeknya. 😉

-RN-

Leave a comment