Semi 2014: Kafunsho

Angin kencang sudah mulai datang! Artinya musim semi telah datang. 😀 Alhamdulillah!!

Belakangan ini suhu mulai menghangat, sudah beranjak 10 derajat ke atas. Enak banget dipake buat jalan-jalan ato jogging. Saya yang nggak terlalu suka salju, tentu sangat kegirangan dengan musim ini. Apalagi Eiji! Dia sih kegirangan di semua musim, yang penting diajak jalan-jalan keluar. 😀 Kegiatan ini yang nggak dilakukan kalo salju lebat, ibunya sih yang males kalo kelamaan maen salju. 😀

Sedang jogging cari burung.

Sedang jogging cari burung.

Sendai termasuk daerah utara, jadi mekarnya sakura tergolong belakangan. Hari ini di daerah Tokyo sudah mekar. Apalagi daerah selatan, seperti Kyoto dan Osaka pasti lebih cantik. Di Sendai masih hangat berangin, baru ada tanda-tanda kuncup bunga. Nah ini musim yang paling nggak enak buat yang punya alergi pollen (serbuk sari). Di sini biasa disebut kafunsho. Sekalinya kena, kemungkinan besar setiap tahun akan kena. Yang belum kena, jika terpapar terus menerus tiap tahun ada kemungkinan *entah kapan* akan terkena juga. Daya tahan terhadap alergi tiap orang berbeda. Ada yang baru setahun langsung kena, ada yang tahun kedua, dst; dan ada juga yang enam tahun pun tidak kena kafunsho. baca selanjutnya

Belajar Bertahan Hidup

Eiji (1.5 th) sedang pegang mainan milik umum, tiba2 ada anak lebih besar (hampir 4 th) merebut dengan paksa mainan itu. Merasa perlu mempertahankan, si eiji tetap berusaha tidak melepasnya. Si anak tetap memaksa. Akhirnya Eiji menangis dengan tetap mempertahankannya -> ketimpangan kekuatan. Karena makin membahayakan, saya datang dan bilang “tolong tunggu sebentar” ke anak itu, tapi dia tetap memaksa merebut. Sebenarnya kalo ngomong baik2 dan nggak ngerebut paksa, pasti Eiji ngasih. Karena itu yang kami ajarkan ke dia. Tapi kejadiannya di luar dari yg diajarkan bapak ibunya. Hasilnya dia tetap berusaha mempertahankan, meski dengan nangis. Good job boy! kamu belajar kenal dunia yang nanti lebih keras. Pertahankan kalo kamu benar dan jangan mau ditindas siapapun.

Sejak dini, rumah harus memberi bekal bagaimana survive “ala anak2”, tanpa menyakiti oranglain. Gak sekedar mengajarkan kebaikan, tapi juga bagaimana bertahan. Jika saya berpikir untuk simpel: ngalah -> mainan diberikan kepada si perebut; tidak ada nangis/ribut, selesai. Selanjutnya: si perebut akan semakin mem bully karena merasa menang, si korban semakin tidak berdaya. Di situ tidak ada proses mendidik keduanya. Jadi saya memilih bersikap mengamati, biarkan anak berusaha mempertahankan diri semampu dia; karena nggak mungkin sepanjang hidup akan ada yg melindungi atau ngalah terus2an dan akhirnya gampang ditindas. Untuk si perebut juga agar belajar -> bahwa nggak semua hal bisa didapatkan dengan kekerasan, apapun bentuknya. Pentingnya masing-masing orangtua mengajarkan hal ini sejak dini, biar anak tumbuh menghargai dirinya dan oranglain. Agar nggak jadi pem bully maupun korban bully.

-RN-

Ayah Mana

Eiji telponan dengan si ayah yang beberapa hari nggak pulang ada conference di Tokyo.

Eiji: Yah… Ayah mana? *tidak dilanjutkan

Ayah: Ayah di Tokyo… *belum selesai*

Eiji: Mana… *berhenti sejenak*

Eiji: Mana mainannya?

Ibu: hahaha 😀 😀 😀

Si ayah mungkin udah pe-de dikangenin anaknya, eehhh ternyata lanjutannya nggak enak! Yang ditunggu MANA MAINANNYA. *pisss Yah! 😀

-RN-