Televisi bagi Perkembangan Anak

Tayangan TV yang beraneka ragam tentu sangat menarik bagi semua kalangan usia untuk menontonnya, tak terkecuali anak-anak. Bahkan tidak disadari, TV menjadi virtual baby sitter di rumah. Orangtua atau asisten rumah tangga yang sibuk dengan pekerjaan rumah, maka TV dinyalakan agar anak duduk manis/anteng. Di balik kebiasaan ini, ternyata tayangan bergerak (TV/video) memberi dampak signifikan bagi perkembangan anak.

25

Usia dini merupakan masa kritis untuk perkembangan otak dan pembentukan perilaku. Anak di bawah dua tahun tidak direkomendasikan (bahkan dilarang) untuk menonton TV sama sekali karena perkembangan otak mereka belum matang. Jika dibiarkan nonton TV, maka perkembangannya akan terganggu. Penyebabnya alah banyak stimulus (gambar, warna, suara) yang bergerak dan berpindah sangat cepat diterima oleh otak pada saat bersamaan. Usia di bawah dua tahun adalah periode anak belajar benda konkret dengan melihat, memegang, meraba tekstur secara langsung. Sedangkan gambar di TV tidak dapat dipegang secara konkret dan mereka belum mampu membayangkan objek tersebut. Usia yang sudah besar direkomendasikan maksimal 1-2 jam setiap harinya, tentu saja dengan orangtua yang mendampingi. Efek nonton TV bagi anak sangat buruk bagi perkembangan kognitif mereka. Hasil penelitian dapat diunduh pada link ini.

Hasilnya:
Children who watched the fast-paced television cartoon performed significantly worse on the executive function tasks than children in the other 2 groups when controlling for child attention, age, and television exposure.

Beberapa dampak TV bagi anak:

  1. Fisik. Nonton TV berlebih akan membuat mata cepat lelah, anak cenderung diam di tempat (kurang aktivitas fisik), kelelahan otot, mempengaruhi perkembangan otak, mempengaruhi perkembangan bicara.
  2. Imitasi. Anak adalah peniru yang sangat ulung. Apa yang ia lihat dan ia dengar, itulah yang dia lakukan. Tayangan TV yang tidak mendidik akan lebih mudah diserap dan diikuti oleh anak-anak. Meski ada beberapa tayangan yang mendidik, namun porsi nonton TV tetap harus ketat dijaga. Perilaku  di layar TV akan menjadi guru virtual yang sangat mudah mendidik anak-anak.
  3. Konsumtif. Tayangan iklan yang dikemas sangat cantik berbagai macam produk tentunya sangat menggiurkan bagi orang dewasa, apalagi untuk anak-anak. TV mengajarkan anak-anak secara tidak disadari untuk membeli produk mereka.
  4. Obesitas. Terlalu banyak duduk di depan TV dapat menjadi kebiasaan buruk dan berlangsung lama. Kurang aktivitas fisik akan menaikkan potensi kenaikan berat badan.

Bagaimana dengan tayangan TV/video edukatif?

Jika konten/isi dalam tayangan tersebut mendidik, maka itu bukan letak permasalahannya. Poinnya ada pada gambar yang bergerak cepat, berwarna warni, yang sangat memberi stimulus pada mata dan otak anak. Sebelum usia dua tahun, stimulus tersebut tidak dibutuhkan bahkan dilarang untuk diberikan pada anak. Di atas dua tahun, boleh. Namun tetap diatur batas waktunya.

American Academy of Pediatrics suggests that a child should not watch more than 1-2 hours of television a day, and children under 2 should watch no TV at all. What? No TV at all? What about my Baby Einstein Videos, or what about Sesame Street? Nope, no TV at all, even educational programs. The reason is that there are concerns that the bright lights and quick flashes on a television screen may have negative effects on the developing brain (more research is being done on the links between television and autism and television and speech delays).

Apa yang harus kita lakukan?

  1. Berikan stimulus untuk anak sesuai perkembangan usianya dan apa yang dibutuhkan.
  2. Jika anak diasuh sendiri, maka orangtua yang harus bijak dan disiplin dalam menggunakan TV (atau tidak sama sekali).
  3. Jika anak diasuh orang lain, maka kita perlu memberi tahu poin-poin penting tentang hal ini (seperti efek TV, durasi, konten). Agar aturan dan cara pengasuhan tidak jauh berbeda dari standar yang telah kita tentukan.
  4. Libatkan anak-anak pada aktivitas fisik, bermain di luar, bermain di dalam rumah, membersihkan rumah, menata mainan, berkebun, membuat kue, menggambar, membaca, bercerita, dsb.
  5. Jika anak sudah terbiasa nonton TV, maka durasi mulai diatur, dikurangi, maksimal 15-20 menit setiap hari, pada usia lebih besar tidak lebih dari 1-2 jam sehari.
  6. Jika harus nonton TV: dampingi anak, tentukan jadwal yang disepakati, pilihan tayangan yang mendidik, dan tidak mengizinkan anak menonton TV bersamaan dengan aktivitas makan.

Asumsi: Anak saya perkembangannya baik-baik saja meski banyak nonton TV. -> jika tidak nonton TV maka perkembangannya akan lebih pesat daripada yang dicapai saat ini.

Kita memiliki kesempatan untuk memilih pola asuh, aturan, dan pola didik bagi anak kita; setiap keluarga pasti berbeda. Paling penting adalah berusaha memberikan pengasuhan terbaik yang bisa kita lakukan.

Semoba bermanfaat. 🙂

-RN-

Leave a comment